PENGANTAR PENDIDIKAN
TUGAS INDIVIDU
Undang-Undang No.14 tahun 2005
Tentang
Guru Dan Dosen
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Pendidikan, yang di ampu
Oleh:
Dr. Hj. Tatik Sutarti Suryo, MM.
Disusun Oleh:
Nama :
Fitria Ningrum
Sem./kelas :
I/B
NIM :
1484202032
Prodi
Pendidikan Matematika
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUBLIK INDONESIA
PACITAN
TAHUN
2014/2015
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan
yang telah melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas individu yang membahas tentang Undang-undang no.14 tahun 2005 yang di
dalamnya membahas guru dan dosen. Tugas ini saya buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan. Di samping itu dengan
tugas ini diharapkan kita sebagai peserta didik yang saat ini menempuh jenjang
pendidikan sebagai calon guru supaya mengetahui tentang Undang-Undang yang
membahas tentan guru dan dosen.
Jika terdapat kesalahan penggunaan bahasa
maupun salah pengetikan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, seperti kata
pepatah “tak ada gading yang tak retak” yang berarti tak ada manusia yang
sempurna yang tak luput dari salah.Semoga
makalah ini bermanfaat, khususnya bagi saya dan para pembaca.
Pacitan, Desember 2014
Penyusun
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN
2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN
BAB I
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
2.
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
3.
Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah
jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan
satuan pendidikan tinggi.
4.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
5.
Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam
setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.
Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
8.
Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian
kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru
atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang
pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan
jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11.
Sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12.
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13.
Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang
didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14.
Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang
diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakanprogram pengadaan guru pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan
dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak
yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
16.
Penghasilan
adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai
imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen
sebagai pendidik profesional.
17.
Daerah
khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah
yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam
keadaan darurat lain.
18.
Masyarakat
adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
19.
Pemerintah
adalah pemerintah pusat.
20.
Pemerintah
daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21.
Menteri
adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan
nasional.
(1)
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1)
Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesionalsebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan
guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
PRINSIPPROFESIONALITAS
Pasal 7
(1)
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang
pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,
dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
(2)
Pemberdayaan
profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara
demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)
Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)
Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)
Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan
yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1)
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru
berhak:
a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b) mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan
kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i)
memiliki kesempatan untuk berperan dalam
penentuan kebijakan pendidikan;
j)
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k) memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(3)
(1)
Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat
pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan
tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar
prestasi.
(2)
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 16
(1)
Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)
Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)
Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD).
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(2)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
subsidi tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal
18
(1) Pemerintah
memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada
guru yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali
gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
(3) Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas
rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau
bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a.
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.
bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.
memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
Pasal 21
(1)
Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia
lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan
tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan
dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan
nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)
Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas
berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi
dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum
pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional,
dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan
satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan
kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam
jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatandan penempatan guru dilakukan
secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama.
Pasal 26
(1)
Guru
yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada
jabatan struktural.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan
sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat
dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun
antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau
promosi.
(2)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat
mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau
pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sesuai dengan kewenangan.
(4)
Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang
bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin
secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan
perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling
sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang
telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah
tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4)
Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah
daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses
pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)
Guru dapat
diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.
meninggal dunia;
b.
mencapai batas usia pensiun;
c.
atas permintaan sendiri;
d.
sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan
tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.
berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama antara guru dan
penyelenggara pendidikan.
(2)
Guru dapat
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.
melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.
melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama; atau
c.
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang
diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai
negeri sipil.
Pasal 31
(1)
Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri.
(2)
Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh
kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi
dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3)
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan
pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan
strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1)
Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)
Satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)
Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan
profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1)
Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya
40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di
daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh
penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan,
tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional,
dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa,
kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari
ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari
ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan
nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pasal 39
(1)
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam
pelaksanaan tugas.
(2)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
(3)
Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4)
Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
risiko lain.
Pasal 40
(1)
Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak
gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1)
Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2)
Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan,
perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)
Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4)
Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b.
memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.
memberikan perlindungan profesi guru;
d.
melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan
pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru
membentuk kode etik.
(2) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)
Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi
profesi guru.
|
(2)
Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3)
Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian
sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)
Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan
anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5)
Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan
kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 45
Dosen
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1)
Kualifikasi
akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)
Dosen memiliki
kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3)
Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa
dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain
mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1)
Sertifikat
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik
pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b.
memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya
asisten ahli; dan
c.
lulus sertifikasi yang dilakukan oleh
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan
pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah
menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1)
Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)
Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli,
lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3)
Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus
memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan
kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
(1)
Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)
Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli,
lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3)
Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus
memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4)
Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen
tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan
akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik,
kompetensi, dan pengalaman yang
dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 51
(1)
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, dosen berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar,
informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan
peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi
profesi keilmuan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok,
tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan
profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta
maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat
pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh
Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1)
Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2
(dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1)
Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan
pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta
kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan
kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1)
Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang
ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(2)
Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah
khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan
memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 61
(1)
Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara
Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga
negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1)
Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan
dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional,
atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan
dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pemberhentian
Pasal 63
(1)
Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan
pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1)
Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan
struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh
Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai
dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1)
Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen
karena:
a.
meninggal dunia;
b.
mencapai batas usia pensiun;
c.
atas permintaan sendiri;
d.
tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua
belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e.
berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau
lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang
berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh)
tahun.
(6) Dosen yang
diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1)
Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(2)
Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3)
Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1)
Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)
Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3)
Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan
profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1)
Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi
pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas
tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2)
Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas)
satuan kredit semester.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 73
(1)
Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas
di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang
gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1)
Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2)
Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi,
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat
internasional.
(3)
Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan
pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)
Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati
hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi,
hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi,
hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 75
(1)
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen
dalam pelaksanaan tugas.
(2)
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
(3)
Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4)
Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang
meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan
akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan
lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5)
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja,
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan
kerja, dan/atau risiko lain.
(6)
Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk
menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan
perundang-undangan.
Pasal 76
(1)
Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 77
(1)
Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a.
teguran;
b.
peringatan tertulis;
c.
penundaan pemberian hak guru;
d.
penurunan pangkat;
e.
pemberhentian dengan hormat; atau
f.
pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)
Guru yang berstatus ikatan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(4)
Guru yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)
Guru yang melakukan pelanggaran kode etik
dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6)
Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela
diri.
Pasal 78
(1)
Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.
teguran;
b.
peringatan tertulis;
c.
penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e.
pemberhentian dengan hormat; atau
f.
pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang
tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1)
Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34,
Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.
teguran;
b.
peringatan tertulis;
c.
pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan
pendidikan; atau
d.
pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan
pendidikan.
Pasal 80
(1)
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a.
guru yang belum memiliki sertifikat pendidik
memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah
memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b.
dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik
memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1)
dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah
memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2)
Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan
bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan
dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama
dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik
dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk
melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18
(delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd
0 komentar:
Posting Komentar